Sukses

Dugaan Pemerasan Ratu Atut, Kabid Pelayanan RSUD Banten Dipanggil KPK

Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten, Jana Sunawati diperiksa KPK sebagai saksi.

Liputan6.com, Tangerang Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami kasus dugaan korupsi dengan pemerasan dalam proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) di Pemerintah Provinsi Banten. KPK menjadwalkan pemeriksaan kepada Kepala Bidang Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banten, Jana Sunawati.

Jana akan dimintai keterangannya untuk tersangka Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. "Yang bersangkutan jadi saksi tersangka RAC," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi, Rabu (26/2/2014).

Bersamaan itu, KPK juga memanggil pihak swasta, Evi. Sama dengan Jana, ia juga dimintai keterangan sebagai saksi untuk Atut.

Ratu Atut bersama adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alkes di Provinsi Banten.

Penyidik KPK menemukan 2 alat bukti permulaan yang cukup untuk dimulainya penyidikan. Penetapan Atut dan Wawan sebagai tersangka sudah dilakukan sejak 6 Januari 2014.

Atut disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun Pasal 12 huruf e memuat aturan mengenai dugaan pemerasan. Ancaman hukumannya, pidana penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara dan minimal 4 tahun penjara serta denda paling banyak Rp 1 miliar dan paling sedikit Rp 200 juta.

"RAC disangkakan pasal penerimaan. Memang ada yang bunyinya memaksa dalam konteks penerimaan atau fee (komisi)," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, belum lama ini.

Johan menjelaskan, sangkaan pemerasan yang dikenakan terhadap Ratu Atut sebagai penyelenggara negara masuk dalam lingkup pasal penerimaan. Dikenakannya pasal itu lantaran Atut diduga melakukan pemerasan terhadap pihak-pihak di Pemerintah Provinsi Banten dan swasta.

"Itu rangkaian pasal penerimaan. Bahasanya sebenarnya memaksa. Dalam pasalnya yaitu penyelenggara negara memaksa. Bisa dari kalangan Pemerintah Provinsi Banten atau bisa juga dari pihak swasta," ucap Johan. (Yus Ariyanto)

Baca juga:

Kasus Ratu Atut, KPK Sita Berkas Anggaran Dinkes Banten 2011-2013

Geledah Gedung Dinkes Banten, KPK Periksa Usulan APBN Alkes

KPK Geledah Kantor Dinas Kesehatan Banten

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.