Sukses

Jejak Islam di Radja Ampat

Pulau Misool, Radja Ampat di Papua Barat dihuni oleh warga muslim terbanyak di Papua. Akulturasi berlangsung antara Islam dan budaya Mat Low. Doa dan salawat dipanjatkan saat pemberian sesaji agar hasil laut terus melimpah.

Liputan6.com, Radja Ampat: Pulau Misool, Radja Ampat di Papua Barat. Gugusan pulau batuan gamping dengan bentuk geologis unik ini menjadi salah satu wilayah gugusan segitiga karang dunia. Pulau Misool dihuni oleh warga muslim terbanyak di Papua yakni sekitar 8.000 orang. Kehidupan komunitas muslim yang damai dan bersahaja di Misool menggema hingga ke seluruh kawasan Radja Ampat.

Komunitas muslim di Misool ada sejak abad XVI kala kekuasaan Kesultanan Tidore. Nama suku penghuni wilayah perkampungan pesisir kepulauan ini adalah Mat Low yang merujuk pada darah peranakan campuran dan pendatang. Laut menjadi sumber penghidupan masyarakat Mat Low.

Dari cerita yang berkembang di masyarakat, penduduk Pulau Misool mulanya menjalani kepercayaan animisme. Pada abad XVI, raja di pesisir Misool mengutus Kapitan Laut untuk mengambil penyiar agama di Pulau Banda. Said Abdurahman dan Boki Zainun, disebut-sebut sebagai bangsawan yang menyebarkan syiar Islam.

Kedua tokoh Islam itu dikuburkan di makam Goa Tifale. Dari dalam goa ini pula, ajaran Islam pertama disyiarkan secara sembunyi-sembunyi. Hingga akhirnya terbentuklah komunitas permukiman warga muslim di Misool. Fafanlap menjadi kampung tertua di Misool dengan usia sekitar 4 abad.

Muansa Ramadan amat kental di Fafanlap. Warga membawa panfon atau makanan sesajian yang berasal dari hasil laut untuk malam persembahan ayat-ayat Alquran. Di setiap malam kelipatan sepuluh, warga mensyukuri telah khatam Alquran. Ungkapan keagamaan pun berbaur dengan tradisi lokal.

Akulturasi berlangsung antara Islam dan budaya Mat Low. Sasi misalnya, tradisi larangan kepada suku Mat Low untuk mengambil hasil laut dalam jangka waktu tertentu. Dalam tradisi adat sasi, samsom atau pohon sirih sebagai pertanda persembahan bagi para leluhur. Doa dan salawat mereka panjatkan agar sesajian tersucikan. Setiap permohonan selalu dipanjatkan secara Islami dengan Al Fatihah.

Semua simbol tradisi adat termasuk menyebar nasi kuning dan putih yang merupakan akhir dari persembahan memiliki makna kebijasanaan lokal. Suku Mat Low muslim amat percaya dan berharap kesejahteraan tetap terjaga.(TOZ/Tim Potret SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini