Sukses

Atuka Tanah Berkah Komoro

Tinggal berpekan-pekan di dalam bevak adalah hal yang biasa bagi Suku Komoro saat mencari ikan. Meski kehidupannya jauh dari sejahtera, mereka memiliki tradisi dan kebijaksanaan hidup, yaitu menghormati serta menghargai alam.

Liputan6.com, Papua: Pulau Atuka di pesisir Selatan Papua. Di sinilah suku asli Komoro berdiam. Suku asli Komoro tinggal di area pulau, dekat dengan sungai yang bermuara ke Laut Arafuru. Sudah berabad-abad lamanya mereka hidup di sini dan bersahabat dengan alam. Sebagian besar Suku Komoro hidup dalam satu pulau dengan bahasa sehari-hari yang khas. Hasil laut dan hutan menjadi andalan kelangsungan hidup Suku Komoro.

Tinggal berpekan-pekan di dalam bevak atau rumah kayu sementara adalah hal yang biasa bagi Suku Komoro saat mencari ikan. Mereka biasa mencari ikan secara bersama-sama dan tinggal dalam satu bevak. Orang-orang Suku Komoro bisa meninggalkan kampung halamannya hingga empat mil saat mencari ikan.

Kebiasaan tinggal sementara di suatu tempat bagi orang-orang Suku Komoro merupakan adat lama. Dahulu, mereka biasa hidup berpindah-pindah tempat, menyesuaikan diri dengan kebutuhan hidup.

Warga Suku Komoro tinggal di bevak bersama seluruh keluarga inti mereka. Hampir selama sebulan, keluarga Komoro singgah. Dalam tradisi Komoro, bevak menjadi rumah persinggahan di saat mereka menunggu hasil tangkapan.

Cara menjaring ikan Suku Komoro masih sederhana. Hasil tangkapan juga seadanya. Biasanya mereka hanya mendapatkan ikan yang mereka sebut ikan bobara. Di hari-hari pada saat ombak sedang besar, mereka tidak berani melaut. Ketika mencari ikan dan makanan lain, anak-anak serta kaum perempuan pun ikut. Mereka pergi bersama-sama.

Suatu cara hidup yang masih sederhana. Senafas dengan arti Komoro yang memiliki makna manusia yang hidup. Kehidupan yang harmonis bersambung rasa dengan alam serta sekitar 200 ribu hektare hutan bakau yang menjadi sandaran hidup Suku Komoro. Laut dan hutan bakau merupakan surga bagi masyarakat Komoro.

Aktivitas sehari-hari Suku Komoro tak pernah lepas dari kegiatan berburu. Baik di wilayah bakau maupun di area perairan laut. Kebiasaan ini bukan hanya milik para pria dewasa, namun juga kaum perempuan.

Kaum perempuan Komoro piawai dalam menggunakan perahu lesung dan mengarungi aliran sungai bersama anak-anak. Di sungai kawasan hutan bakau biasanya kaum perempuan bersama anak-anak mencari karaka atau kepiting bakau.

Pencarian karaka biasa dilakukan di sisi pantai. Pencarian sangat bergantung pada kondisi pasang surutnya air laut. Jika kondisi air surut, sangat menguntungkan mereka. Sebab, bakal lebih mudah menemukan tempat persembunyian kepiting bakau yang biasa bersembunyi di dalam lumpur.

Karaka menjadi sumber pangan sekaligus protein bagi masyarakat Komoro. Alat untuk mencari karaka pun masih sederhana. Kaum perempuan Suku Komoro amat lihai mengenali jejak karaka di atas lumpur. Mereka mengumpulkan karaka hanya sesuai dengan kebutuhan. Biasanya tak lebih dari lima ekor dalam sehari. Pencarian pun dinilai cukup, besok mereka kembali lagi. Noken menjadi kantung serbaguna untuk membawa hasil tangkapan.

Marius dan Josep, warga Suku Komoro, akan berburu burung di hutan bakau yang berada di seberang kampung mereka. Anak panah dan busur dari bahan kayu hibung serta rotan menjadi senjata andalan mereka untuk berburu burung. Panah hibung mampu menjangkau buruan dalam jarak sekitar 50 meter.

Keduanya meninggalkan Pulau Atuka menuju ke arah hulu. Hutan Atuka mereka jelajahi hanya dengan berbekal makanan seadanya. Berburu burung mambruk tidaklah mudah. Sebab jenis burung ini sangat peka terhadap suara serta kehadiran sosok makhluk lain. Karena itu, Warius dan Josep pun sangat berhati-hati.

Berburu burung mambruk biasanya dilakukan dengan cara memasang para-para sebagai alat perangkap. Yakni, dengan menggunakan batang bakau. Sementara umpannya dari bagian kelapa tua. Ketika segala sesuatunya telah siap, perangkap burung mambruk kemudian ditinggalkan.

Burung mambruk satu ras dengan burung merpati. Mambruk adalah spesies terbesar dari ras merpati. Populasi mambruk tersebar di hutan dataran rendah, seperti hutan sagu dan hutan rawa. Burung ini merupakan endemik di Papua dan menjadi buruan bagi Suku Komoro. Mambruk pemakan biji-bijian dan buah-buahan.

Saatnya telah tiba bagi marius dan josep untuk menengok perangkap mereka. Burung mambruk ternyata sudah terjerat dalam batang bakau. Tidak sulit bagi mereka untuk menundukkan mambruk. Jerat yang mereka pasang sangat ampuh untuk menangkap buruan. Burung mambruk rata-rata mempunyai berat sekitar tujuh kilogram. Burung-burung mambruk sangat lincah dan gesit. Jika tidak hati-hati, mambruk dapat dengan mudah meloloskan diri.

Makan daging bagi keluarga-keluarga Suku Komoro, seperti Marius dan Josep, merupakan makanan mewah. Sebab, kehidupan Suku Komoro pada umumnya masih jauh dari ukuran sejahtera. Namun di sisi lain, mereka memiliki tradisi dan kebijaksanaan hidup, yaitu menghormati serta menghargai alam.(BOG/Hardjuno Pramundito dan Akhem Mona)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini