Sukses

Banjir Bandang Meluluhlantakkan Sulteng dan Sulsel

Banjir bandang dan tanah longsor melanda sejumlah wilayah di Sulteng dan Sulsel serta Tapanuli Selatan, Sumut. Selain menimbulkan penyakit, musibah itu juga menyisakan trauma bagi para korban.

Liputan6.com, Tolitoli: Hujan lebat yang mengguyur Tolitoli, Sulawesi Tengah sejak tiga hari silam mengakibatkan banjir yang menggenangi ratusan rumah. Titik banjir terawan dengan ketinggian mencapai dua meter terletak di Jalan Anoa, Tolitoli. Alhasil, ruas jalan di pusat kota ini ditutup buat sementara. Selain menerjang permukiman penduduk, air bah juga menggenangi pusat pertokoan.

Masyarakat yang bertempat tinggal di bantaran Sungai Tuweley terpaksa menggunakan sampan sebagai sarana transportasi. Bahkan, mereka kini mulai mengungsi setelah dua warga tewas terseret arus banjir.

Di Kabupaten Morowali, Sulteng, tujuh jenazah korban banjir dan tanah longsor di 11 desa dikuburkan secara massal dalam satu lubang berukuran 5 x 5 meter di pemakaman Baturube. Ketujuh jasad asal Desa Boba, Ueruru dan Baturube ini sebelumnya disemayamkan di Gedung Serba Guna Kelurahan Baturube, Bungku Utara. Pasalnya, lokasi pemakaman sempat tergenang banjir dan tidak tersedia alat berat.

Hingga kemarin petang, lebih dari 30 jenazah korban banjir dan tanah longsor dimakamkan. Jumlah korban tewas dalam musibah di Morowali itu mencapai 47 orang. Sedangkan 84 orang belum ditemukan [baca: Evakuasi Korban Banjir Terkendala Peralatan].

Berdasarkan informasi yang diterima SCTV baru-baru ini, bencana banjir dan tanah longsor kembali melanda Desa Kolo Atas, Kecamatan Bungku Utara. Sedikitnya 20 warga suku terasing tertimbun tanah longsor.

Sementara di Sulawesi Selatan, banjir yang melanda Kabupaten Luwu, telah surut. Namun, aktivitas warga belum kembali normal lantaran lumpur sisa banjir masih menutupi sebagian wilayah Luwu [baca: Empat Kecamatan di Minahasa Tenggara Terisolir].

Kini yang menjadi persoalan baru bagi warga Luwu adalah kesulitan memperoleh air bersih. Lumpur yang ditinggalkan banjir mencemari sumur dan sumber air bersih lainnya. Mereka hanya dapat memanfaatkan kubangan air bercampur lumpur untuk mencuci dan membersihkan perabotan rumah. Untuk minum dan masak, warga mengandalkan bantuan air kemasan dari pos komando bencana.

Lumpur tebal juga menutupi sejumlah fasilitas umum seperti perkantoran dan sekolah. Murid-murid dan guru sibuk membersihkan ruang kelas dan perabotan sekolah yang terendam lumpur. Mereka berharap kegiatan belajar-mengajar yang sempat terhenti selama lima hari bisa kembali berjalan normal.

Selain menewaskan 13 warga, bencana banjir yang disertai tanah longsor tersebut juga menyebabkan tiga desa di Kecamatan Larompong, Luwu, terisolasi. Masyarakat hanya bisa menuju ke desa itu dengan berjalan kaki.

Adapun di Sumatra Utara, banjir bandang yang menerjang Desa Bukkas Silombu, Tapanuli Selatan sejak awal pekan silam selain menimbulkan penyakit juga menyisakan trauma bagi sejumlah korban. Salah satunya Syarifah Siregar. Ibu dari 10 anak ini kerap dicekam ketakutan dan kesedihan akibat bencana yang baru pertama kali terjadi ini [baca: Pengungsi Banjir Mulai Dijangkiti Penyakit].

Ia dan warga lainnya masih menempati tenda pengungsian di areal perkebunan sawit, Desa Bukkas Silombu, Tapanuli Selatan, dengan bantuan makanan yang belum mencukupi. Mereka akhirnya terpaksa mengonsumsi pisang mentah.

Pemerintah setempat sebelumnya berjanji akan merelokasi para korban banjir ke tempat yang lebih aman dan jauh dari lokasi bencana. Sebagai tahap awal mereka dibantu aparat Brigade Mobil membangun tujuh unit rumah untuk warga yang rumahnya rusak berat. Seluruh rumah warga di kaki perbukitan juga berencana dipindahkan jika dana bantuan dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah dicairkan.(RMA/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.