Sukses

Beragam Tanaman Hias nan Menyejukkan Mata

Aglaonema memang sedang menjadi primadona tanaman hias. Kendati demikian, anggrek maupun bonsai tetap banyak penggemarnya. Salah satu buktinya, ada Taman Anggrek di Ragunan, Jakarta dan kafe bonsai di Pantai Sanur, Bali.

Liputan6.com, Jakarta: Bila kebetulan melintasi ramainya arus lalu lintas di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, mata Anda pasti akan disejukkan oleh jajaran beraneka macam tanaman hias di sepanjang Jalan Gerbang Pemuda. Maklumlah, sejak era 80-an kawasan ini memang sudah dikenal sebagai salah satu tempat penjualan tanaman hias di Ibu Kota. Saat ini jumlah pedagang tanaman hias yang mengais rezeki di kawasan tersebut sudah mencapai lebih dari 200 pedagang.

Tak hanya tanaman hias, beragam aksesori untuk mempercantik taman juga tersedia. Pilihan yang beraneka membuat banyak penggemar tanaman hias datang ke sana. Pembelinya bahkan tidak hanya datang dari sekitar Jakarta. Ada pula pembeli dari luar Pulau Jawa yang menyempatkan diri berburu tanaman hias saat menyambangi Ibu Kota.

Pilihan lain untuk berbelanja tanaman hias adalah di kawasan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di sana, para pencinta tanaman dapat berbelanja dengan mendatangi rumah sejumlah pedagang. Halaman rumah mereka menjadi ruang pamer tanaman hias koleksi yang diperdagangkan. Para pedagang itu kebanyakan adalah orang Betawi. Mereka sudah turun-temurun berjualan tanaman hias.

Dari berbagai tanaman hias, boleh jadi aglaonema menjadi salah satu tanaman yang sedang naik daun. Harganya terbilang tinggi, bisa mencapai jutaan rupiah [baca: Aglaonema, Mencuri Perhatian Warga Jakarta]. Banyak orang yang mengenal aglaonema, namun nama Gregori Garnadi Hambali mungkin agak asing terdengar. Padahal, banyak sekali jenis aglaonema yang dikenal sekarang adalah hasil karyanya.

Lebih dari 20 tahun silam, pria itu sudah menekuni tanaman hias aglaonema. Di rumah Gregori di Bogor, Jawa Barat, sudah puluhan jenis tanaman aglaonema dihasilkan dari hasil penyilangan-penyilangan indukan tanaman atas penelitian sendiri. Hasilnya memang indah, tanaman aglaonema dengan corak-corak warna tertentu dapat dihasilkannya. Selain itu, pekerjaan lama Gregori sebagai peneliti di Lembaga Biologi Nasional membuat dirinya memiliki dasar pengetahuan yang cukup untuk bidang ditekuni saat ini.

Bagi Gregori, keindahan aglaonema ditentukan dari indukan tanamannya. Untuk itu ia rela mencari indukan tanaman aglaonema yang bagus hingga ke hutan-hutan, bahkan hingga ke luar negeri. Selain di Tanah Air, tanaman aglaonema ini memang tumbuh di negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Gregori merawat tanamannya tersebut dengan istimewa. Bahkan, ia memasang kamera pengintai di kebunnya untuk melindungi tanamannya dari tangan-tangan jahil. Bagi penggemar dan pencinta aglaonema, tanaman hasil persilangan Gregori memang memiliki keindahan tertentu hingga mereka rela untuk merogoh kocek cukup dalam untuk mendapatkan tanaman hias ini. Bahkan untuk dapat memiliki tanaman hias ini seorang pembeli harus mengantre hingga dua tahun.

Selain itu, nilai ekonomis tanaman yang cukup mahal, yakni mencapai jutaan rupiah per helai daunnya membuat para pembeli aglaonema menjadikannya sebagai investasi. Adapun kecintaan Gregori pada tanaman, khususnya pada tanaman aglaonema, juga menular pada keluarganya. Sang istri, Indriani Kusudiardjo, ikut terjun langsung membantu suami tercintanya dalam bisnis yang mendatangkan uang jutaan rupiah tersebut.

Penyaluran hobi bagi sebagian orang memang terkadang tak lagi memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. Asalkan hobi tersalur, berapa pun biayanya akan dibayar termasuk bagi para penggemar dan kolektor tanaman aglaonema tersebut.

Tanaman hias aglaonema terdiri dari sekitar seratus jenis dan memiliki karakter daun yang berbeda. Seperti terlihat di tempat milik Greg Hambali di Bogor, Jawa Barat. Di sana ada hampir seratus jenis tanaman aglaonema. Antara lain super pride, hot lady, srikandi dan madane suroyo.

Daun aglaonema memang memiliki corak yang indah. Namun, aglaonema ternyata tak hanya berfungsi untuk hiasan. Tanaman ini diyakini bisa menyerap racun pada udara yang kotor. Bahkan, berdasarkan mitos yang berkembang, aglaonema bisa memberikan kebahagiaan bagi pemiliknya. Lantaran itulah, tak aneh bila banyak yang berburu tanaman aglaonema meskipun harganya mahal.

Kendati harganya tergolong mahal, perawatan tanaman aglaonema tergolong mudah. Menurut seorang pemelihara tanaman hias aglaonema Achmad Budiansyah, dalam merawat yang terpenting tanaman ini sangat memerlukan hawa yang sejuk. Atau tidak langsung kontak dengan sinar matahari dan harus cukup penyiraman air.

Achmad pun mengungkapkan, pengembangan tanaman hias aglaonema dilakukan dengan cara persilangan stek. Pengembangan tanaman aglaonema seperti ini dilakukan sejak lebih dari 20 tahun lampau. Adapun peminat tanaman aglaonema di tempat Achmad, selalu berdatangan dari berbagai daerah. Selain dari Jakarta, peminat juga datang dari Semarang, Surabaya, Sulawesi dan Kalimantan.

Aglaonema memang sedang tren atau menjadi primadona. Kendati demikian, tanaman anggrek masih digemari sebagian khalayak. Dan bagi para penggemarnya, berkunjung ke Taman Anggrek Ragunan di Jakarta Selatan, mungkin akan menemukan kenikmatan dan kepuasan tersendiri. Ini wajar, sebab di kawasan seluas lima hektare itu terdapat puluhan petani dan pedagang anggrek serta tanaman hias. Ratusan jenis tanaman dapat dinikmati dan dibeli oleh pengunjung.

Hampir semua jenis anggrek dapat ditemukan di tempat yang berdiri sejak tahun 1973 itu. Mulai dari dendrobium, anggrek irian hingga anggrek bulan nan cantik. Di sana, pencinta anggrek bisa melihat cara perlakuan dan perawatan untuk tiap jenis anggrek yang berbeda-beda. Bahkan untuk anggrek bulan harus disediakan ruangan khusus.

Bila hendak mencari tanaman hias selain anggrek, para pengunjung tak perlu khawatir. Soalnya di kawasan tersebut ada petani yang menjual tanaman hias yang tengah digandrungi saat ini seperti anthurium dan aglaonema. Harganya pun beragam, mulai dari puluhan ribu rupiah hingga yang mencapai puluhan juta rupiah.

Di Taman Anggrek Ragunan, para petaninya tak hanya sekadar menjual tanaman. Menyilangkan tanaman untuk mendapat varietas baru pun sanggup mereka kerjakan. Seperti yang dilakukan pada tanaman anthuriium.

Selain memfasilitasi sejumlah petani anggrek dan tanaman hias, Taman Anggrek Ragunan juga memiliki laboratorium anggrek. Di tempat ini sejumlah penelitian diadakan untuk menemukan tanaman anggrek jenis baru dari hasil persilangan. Prosesnya pun tak sebentar, dibutuhkan waktu hingga tahunan untuk mendapatkan anggrek jenis baru dari hasil persilangan ini.

Indonesia sebenarnya kaya akan beragam jenis tanaman hias. Namun, ironisnya banyak tanaman hias yang berasal dari luar negeri sebenarnya adalah hasil persilangan tanaman hias asli Nusantara. Untuk itu penelitian serta upaya untuk menghasilkan varietas-varietas baru tanaman hias asli Indonesia, seperti yang ditempuh pengelola Taman Anggrek Ragunan itu perlu mendapat perhatian dan dukungan lebih dari pihak-pihak yang terkait.

Selain aglaonema dan anggrek, bonsai dapat dijadikan pilihan para pencinta tanaman hias. Kendati usai era keemasan sekitar 90-an, pamor tanaman bonsai terkesan kalah bersaing dengan tren tanaman antorium maupun adenium, sesungguhnya pamor bonsai tidaklah meredup. Bagi penggemar bonsai, seni tanaman ini masih memiliki nilai jual tinggi, puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Pun demikian bagi kolektor bonsai berkelas. Sejak awal perkembangannya di Tanah Air, tanaman ini memang bertahan sebagai citra sebagai tanaman yang dikoleksi kalangan menengah ke atas. Memang sulit dibayangkan, jika sebuah tanaman bisa dihargai setara dengan satu unit mobil terbaru, bahkan dengan harga menyentuh angka setengah miliar rupiah.

Salah satu contoh adalah pengalaman seorang kolektor bonsai berkelas yang bermukim di Jalan Raya Bandungan, Dusun Kemloko, Bergas Kidul, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Sarno Kosasih namanya. Semula berprofesi sebagai petani bunga sekaligus ahli taman, kini dengan bonsai, Sarno hidup berkecukupan. Koleksinya sudah dimiliki banyak kolektor bonsai. Tak hanya di Indonesia, namun juga mancanegara. Dari Korea, misalnya, permintaan bonsai tiap tahun bisa mencapai 150 ribu pohon.

Berbagai gaya bonsai dimilikinya. Tanaman bonsainya berkali-kali menjuarai berbagai kontes bonsai. Selain mengoleksi bonsai, Sarno juga menggemari seni batu alam atau suiseki. Buat mengoleksi ini, dirinya memburu batu-batu yang bertebaran dari dalam dan luar negeri. Memang, kolektor bonsai umumnya menggemari pula suiseki. Karena kedua-duanya memancarkan keindahan ciptaan Tuhan yang alamiah. Dan boleh dibilang, bonsai dan suiseki adalah perpaduan seni.

Bonsai ternyata tak hanya dapat digunakan sebagai tanaman hias di lingkungan rumah, namun bisa dimanfaatkan sebagai instrumen hiasan di kafe. Ini seperti yang terlihat di sebuah kafe di kawasan Sanur, Denpasar, Bali. Indahnya tanaman bonsai selain dapat menyuguhkan nuansa kesegaran hijau alami, dapat menarik minat para pengunjung.

Tak dinyana ratusan tanaman bonsai tumbuh dan dirawat di kafe tersebut, bukan di lingkungan rumah pada umumnya. Berbagai jenis bonsai dari tanaman santigi dan jeruk kingkit tampak tumbuh indah terawat dengan gaya kontemporer dan konvensional layaknya pohon besar yang tumbuh di alam terbuka. Rata-rata usia koleksi tanaman bonsai ini mulai dari umur satu tahun hingga tertua berusia lebih dari 25 tahun.

Ratusan tanaman bonsai ini, menurut pengelola Kafe Bonsai I Made Suadnyana, memang sengaja ditempatkan di lingkungan kafenya guna memberikan atmosfer berbeda kepada para pengunjungnya. Kafe Bonsai yang terletak di tepi Pantai Sanur ini secara kasat mata jelas berbeda dengan kafe-kafe pada umumnya yang banyak memberikan suasana ingar bingar musik dan dipenuhi lampu sorot. Dan menurut para pengunjung yang kebanyakan turis asing, pemandangan hijau dari tanaman bonsai mampu memberikan daya tarik tersendiri. Ini juga dipercaya mampu memberikan suasana yang sejuk bagi yang mencari ketenangan.

Kafe Bonsai yang berdiri sejak tahun 1994 ini berawal dari ide para pencinta bonsai yang suka berkumpul untuk bertukar pikiran cara merawat tanaman tersebut. Namun pada perkembangannya ternyata justru banyak diminati para pengunjung dari mancanegara yang sebagian juga penghobi tanaman hias jenis bonsai.

Seiring perkembangan tekhnologi, Suadnaya bersama sejumlah rekan sesama penghobi bonsai terus bertekad mempertahankan konsep alam pada kafenya. Selain mendapatkan pemasukan dari kafe, ia pun dapat menyalurkan hobinya merawat tanaman bonsainya. Apalagi, sejumlah bonsainya sudah berkali-kali disertakan dalam ajang pameran dan lomba di berbagai daerah di Tanah Air.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini