Sukses

Singkawang, Kota Amoy yang Miskin

Banyak warga keturunan Tionghoa yang berdiam di Singkawang, Kalbar, hidup pas-pasan. Mereka bertahan sebagai petani, profesi warisan leluhur mereka yang menurut data datang dari Tiongkok pada 1720.

Liputan6.com, Singkawang: Tidak semua warga etnis Tionghoa di Tanah Air hidup dalam gelimang kemewahan. Di Singkawang, Kalimantan Barat, banyak pula warga keturunan yang hidup pas-pasan. Reporter SCTV Amien Al Kadrie sempat mengamati dari dekat kehidupan warga Kali Asin, kampung miskin yang didiami warga keturunan setempat.

Di kampung ini mencangkul atau bertanam menjadi kegiatan rutin sebagian masyarakat yang menjadi petani. Pekerjaan sebagai petani merupakan warisan leluhur mereka yang menurut data sejarah datang dari Tiongkok pada 1720. Leluhur yang kemudian beranak-pinak dengan warga Dayak setempat dan membentuk Kota Singkawang.

Namun bertani atau berdagang dan menjadi buruh kasar tidak membawa kemakmuran bagi sebagian besar warganya. Hal ini terbukti dengan rumah-rumah yang rata-rata masih terbuat dari kayu. Bukan pula bangunan baru karena sebagian besar sudah berusia puluhan tahun. Masih banyak pula rumah yang hanya beratap dan berdinding daun nipah. Lantainya cukup tanah.

Rumah-rumah berdinding daun nipah dan berlantai tanah ini ternyata bisa bertahan cukup lama. Rumah Jong Siat Hiong, salah seorang warga keturunan setempat bahkan sudah ditempati selama 30 tahun tanpa pernah direnovasi. Walaupun setiap hujan ia harus bersiap-siap karena air akan masuk dari celah-celah dinding.

Kemiskinan lalu membuat sebagian masyarakat memilih cara lain untuk bertahan hidup. Merantau menjadi pilihan. Ada juga yang memilih mendapat kehidupan yang lebih baik dengan menikahi warga negara asing, utamanya dari Taiwan.

Namun kemiskinan tidak melunturkan semangat beragama mereka. Hal itu terlihat pula dari bangunan kelenteng di setiap sudut kota yang merupakan tempat mereka bersembahyang. Itulah mengapa Singkawang dijuluki Kota Seribu Kelenteng karena begitu banyaknya kelenteng yang tegak bermunculan.

Tidak hanya di Singkawang, di Kampung Baru, Tajur Halang, Bojonggede, Bogor, Jawa Barat, juga terdapat warga etnis Tionghoa yang hidup kekurangan. Di lokasi yang terletak hanya beberapa puluh kilometer dari Jakarta itu, warga keturunan menyambung hidup sebagai petani dan peternak babi sejak beberapa generasi.

Di kampung yang masih banyak diselingi tanah kebun dan belukar ini, sekelompok masyarakat keturunan telah turun temurun menetap di sini. Mereka mengaku sudah tidak ingat lagi sejak kapan dan bagaimana leluhur mereka sampai tinggal di kampung ini. Hal ini diakui pula oleh Kiwik, satu dari dua orang paling tua di kampung ini.

Namun berdasarkan jejak sejarah, keberadaan masyarakat keturunan di Bojonggede bermula dari masa kejayaan tuan-tuan tanah etnis Cina di masa kolonial Belanda. Saat itu tanah di kawasan ini merupakan milik tuan tanah etnis Tionghoa yang tinggal di Tangerang, Banten.

Untuk mengelola tanah, para tuan tanah itu lalu mendatangkan buruh-buruh tani dari Cina daratan. Buruh-buruh itulah yang kemudian menjadi nenek buyut masyarakat Tionghoa di Kampung Baru. Dan sama seperti kakek buyut mereka, mata pencaharian utama masyarakat ini pun tetap sebagai petani dan peternak babi.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.