Sukses

Cinta Sang Kuasa di Kaki Ciremai

Warga Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, melakukan ritual seren taun tiap bulan Rayagung tahun saka di kaki Gunung Ciremai. Seren taun adalah upacara adat untuk menunjukkan rasa syukur kepada Yang Kuasa.

Liputan6.com, Kuningan: Bulan Rayagung (Zulhijah) tahun saka tiba. Warga Cigugur, Kuningan, Jawa Barat, berkumpul di Situ Hyang, kaki Gunung Ciremai. Seperti para leluhur, mereka menyiapkan ritual adat seren taun.

Seren taun adalah upacara adat warga Cigugur untuk menunjukkan rasa syukur kepada Yang Kuasa. Ritual seren taun ditandai dengan Djatikusumah, ketua adat, membuang hama. Djatikusuma adalah cucu Kiai Madrais, pendiri aliran penghayat kepercayaan di Cigugur. Kemudian Djatikusumah yang bergelar pangeran memberikan tanda untuk berdoa bersama.

Tanda dari sesepuh untuk memulai ritual sangat penting bagi komunitas ini. Sebab sesepuh adat sekaligus menjadi sesepuh spiritual. Dialah yang memiliki kekuasaan untuk membuka sebuah prosesi.

Tarian tali atau pesta dadung digelar sebagai wujud kesinambungan atau menjalin pertalian tugas antargenerasi. Tujuannya untuk menciptakan keseimbangan alam. Melepas hama pada saat memulai upacara juga adalah simbol keseimbangan. Dalam anggapan komunitas ini hama akan menyerang dan merugikan hanya pada saat tanam. Namun selepas panen raya, hama tak boleh dianggap musuh abadi karena mereka juga makhluk Tuhan.

Seren taun yang berlandaskan spiritual Sunda Wiwitan juga memiliki daya magnetik bagi masyarakat adat Sunda lain. Salah satunya Dayak Hindu Buddha Bumi Segandu. Komunitas ini lahir dan tumbuh di Kampung Krimun, Kecamatan Losarang, Indramayu, Jabar.

Dayak bukan berarti nama sebuah suku yang tinggal di pedalaman Kalimantan, tapi bermakna eksistensi manusia di lingkungan alam semesta. Dayak berasal dari kata ayak (nama alat penyaring). Jadi Dayak berarti orang-orang pilihan, hasil seleksi, saringan atau ayakan alam.

Kata Hindu Buddha pun tidak merujuk pada nama agama. Hindu berarti jiwa dan Buddha bermakna raga. Sedang Bumi Segandu adalah nama tempat komunitas tinggal. Dayak Hindu Buddha Bumi Segandu merasa perlu terlibat dalam acara seren taun karena merupakan upacara penghormatan terhadap Sang Pencipta alam semesta.

Pencetus ajaran Dayak Hindu Buddha Bumi Segandu di Kampung Krimun adalah Takmad Diningrat yang lahir dan besar di Indramayu. Takmad mulai menyebarkan ajarannya sejak 1970-an. Takmad sebagai sesepuh komunitas inilah yang memimpin pengikutnya menuju Desa Cigugur.

Takad dan pengikutnya memiliki satu tekad. Pergantian tahun kali ini harus diisi dengan berkah dan alam tak menjadi musuh manusia. Alam menjadi pelindung.

Puncak prosesi seren taun ditandai dengan membunyikan seribu kentongan. Mereka membunyikan kentongan saat menuju paseban, tempat upacara yang sebelumnya tempat tinggal Kiai Madrais, kakek Pangeran Djatikusuma. Membunyikan kentongan ini adalah simbol optimisme menyambut kehidupan baru.

Setiba di paseban, diadakan ritual menumbuk padi. Sebagian besar warga ikut menumbuk padi yang menjadi hal utama dari prosesi seren taun: wujud kebersamaan. Saat langit mulai gelap, dilakukan penyalaan seribu obor atau yang disebut damar sewu yang akan berpusat di empat penjuru kampung. Penyalaan obor sebagai simbol semangat tak boleh padam dan harus tetap hidup dalam setiap insan.

Di penghujung ritual, dipanjatkan doa-doa agar sang khalik tak surut memberi karunia. Tidak jarang, prosesi ini membuat sebagian orang hilang kesadaran atau kerasukan. Tapi orang kesurupan ini tak mengganggu acara seren taun. Tetua adat akan segera menyadarkan mereka.

Ritual seren taun telah usai. Mereka yang terlibat dalam prosesi seren taun berharap Sang Hyang Kersa melimpahkan berkah.(DNP/Tim Potret)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.