Sukses

Sendratari Kebebasan di Tanah Lot

Kisah Ramayana selalu menjadi inti pertunjukan tari kecak di Tanah Lot, Bali. Pementasan bernuansa mistis ini merupakan tarian kebebasan masyarakat Hindu Bali untuk menghindari kemurkaan alam semesta.

Liputan6.com, Tabanan: Dalam keyakinan masyarakat Hindu Bali, keseimbangan antara alam gaib dan manusia harus selalu diupayakan agar tidak terjadi kemurkaan pada kerusakan alam semesta. Legenda dan mitos juga selalu mengikat pandangan dan sikap batin mereka dari generasi ke generasi.

Gerak lentur tubuh yang terbungkus dalam sebuah tarian adalah salah satu cara masyarakat Pulau Dewata ini untuk menyapa dewa-dewa penguasa jagad ini. Misalnya, seperti yang selalu dilakukan ribuan masyarakat Tabanan, Bali ketika melakukan pemujaan pada dewa-dewa dengan menggelar tari kecak atau tari kebebasan di kawasan Pura Sad Kahyangan, Tanah lot.

Hari itu sinar lembayung di atas Pantai Tanah Lot, Tabanan, baru akan sirna dari belakang Pura Sad Kahyangan. Ribuan warga Tabanan tampak tengah bergegas menuju kawasan itu untuk mengikuti acara ritual rutin untuk memohon doa kepada roh leluhur dan Sang Pencipta agar terhindar dari berbagai bencana. Mereka akan menggelar tari kecak di alam terbuka di sekitar Pura Sad Kahyangan usai matahari terbenam.

Pura yang berdiri tegak menjorok ke pantai itu merupakan salah satu pura inti di Bali yang menyimpan dan menyebarkan kekuatan spiritual untuk menjaga Pulau Dewata dari bencana laut. Pura itu dibangun oleh Dang Hyang Dwi, pendeta dari Kerajaan Majapahit, pada abad ke-15 sebagai tempat pertapaan untuk memuja dewa penguasa laut atau Dewa Baruna.

Bagi warga Tabanan, acara tersebut sangat spesial dan selalu diikuti ribuan penari. Cerita Ramayana, salah satu legenda yang hidup dalam masyarakat Hindu Bali akan menjadi tema dalam acara itu. Penari I Made Brogo atau lebih dikenal dengan sapaan Bima akan berperan sebagai Kumba Karna pada acara kecak kolosal tersebut.

Beberapa jam sebelum acara dimulai, Bima sudah menyiapkan segala piranti untuk pergelaran sakral itu. Bahkan, ia juga mempersiapkan cucunya untuk mengikuti tari kecak dalam acara tersebut. menurut dia, gerak tubuh di dalam seorang penari kecak bukan sekadar gerakan, tapi emosi jiwa yang hidup di dalam tubuh seorang penari.

Sejak abad ke-19, leluhur Bima telah menjalani profesi seniman dalam pementasan seni di Bali. Karena itu, menjadi seniman karena keturunan adalah jejak takdirnya. Maka, ia mengaku tak akan pernah lelah menjadi seniman tari dan wayang kulit sejak 25 tahun silam.

Sebelum mengikuti acara tersebut, Bima mengaku selalu datang ke pura keluarga untuk memohon doa kepada leluhur agar semua yang akan dijalaninya tidak mendapat rintangan. Sementara itu, salah satu piranti tari kecak yang dimilikinya seperti gelungan juga harus disembahyangkan. Ini dilakukan karena ia percaya gelungan yang akan dipakai dalam peran Kumba Karna akan memancarkan karisma tersendiri saat dipakai pada tubuhnya.

I Made Yase, seorang buruh tani setempat, juga akan ikut menjadi salah satu penari kecak dalam acara di sekitar Tanah Lot tersebut. Menurut Yase, mengikuti sendratari kecak dapat membentuk rasa kebebasan jiwa.

Seperti ribuan orang lainnya, Yase dan Bima kemudian bergegas menuju kawasan Pantai Tanah Lot. Dengan riasan dan pakaian kebesaran Kumba Karna, Bima kemudian menuju tempat itu untuk memainkan kisah Ramayana. Bak raksasa, setibanya di Tanah Lot Bima dielu-elukan ribuan warga dan pengunjung.

Hampir bersamaan, Yase dan ribuan penari lainnya menggunakan kain saput poleng atau kain hitam putih menuju tempat itu. Kain saput poleng itu merupakan lambang dunia kebaikan dan kejahatan.

Petang itu sekitar 5.000 orang penari berkumpul di Tanah Lot. Sebelum pertunjukan dimulai, acara diawali dengan kegiatan sembahyang di tempat pertunjukan yang dipimpin Pedande, sebutan buat seorang pemuka agama. Ritual singkat ini adalah bagian dari persiapan untuk meminta restu dari Sang Pencipta. Selepas Pedande memberikan pemberkatan dengan air suci yang diperoleh melalui persembahyangan, pertunjukan pun dimulai dengan iringan suara khas para penari pendukung.

Para penari kecak semula hanya menggerak-gerakkan badan ke kanan dan ke kiri secara ritmis. Sambil mengucapkan kata-kata: cak, cak, cak, cak, cak... dengan irama yang perlahan tangan mereka mulai digerakkan secara bersamaan. Lama-lama, iramanya menjadi cepat dengan disertai gerakan jemari-jemari tangan yang diangkat tinggi serta digetar-getarkan. Suasana seperti itu dibarengi pula dengan suara-suara desis seperti suara kera atau raksasa.

Pada saat-saat tertentu, sebagian penari kecak merebahkan diri ke belakang secara serentak dan dilakukan bergantian. Meneriakkan semangat kebesaran leluhur adalah salah satu semangat yang diusung pada acara ini. Jemari-jemari tangan yang digetarkan seakan memanggil leluhur mereka nan jauh di sana untuk hadir bersama mereka. Kecak dalam pandangan para penari ini adalah catatan jiwa memohon kepada Sang Pencipta.

Awalnya tari kecak adalah tarian sakral Sang Hyang yang menggambarkan seseorang tengah kerasukan sambil menyampaikan pesan dari para dewa atau leluhur. Namun, sejak tahun 1930-an, tarian ini berubah menjadi kesenian tradisional tersendiri yang menyajikan sendratari dengan latar belakang cerita Ramayana.

Adapun kisah Ramayana dalam pentas kolosal ini diawali dari cerita Dewi Sinta yang diculik oleh kaum raksasa yang dipimpin Rahwana. Istri Rama itu diculik untuk dinikahkan secara paksa oleh Sang Dasa Muka. Kumba Karna sebagai raja dari Kerajaan Alengka selalu melindungi Rahwana. Rama dan Rahwana akhirnya berduel untuk menyelamatkan Sinta. Dalam duel tersebut, Rama memenangkan perkelahian karena berprinsip pada kebenaran yang selalu menuai kemenangan saat melawan kejahatan.

Kisah cinta klasik Romeo dan Juliet versi masyarakat Hindu ini menjadi inti pertunjukan tari kecak di Tanah Lot. Pertunjukan bernuansa mistis ini memang menjadi daya tarik turis yang berkunjung ke Bali. Soalnya tari kebebasan ini sangat populer di kalangan umat Hindu Dharma Bali sebagai penangkal kemurkaan alam semesta.(ZIZ/Tim Potret)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini