Seperti yang dialami Mahmud. Ayah lima anak ini sebelumnya adalah nelayan yang memiliki bagan atau kapal penangkap ikan. Namun rencana reklamasi telah menggusur bagannya. Akibatnya Mahmud harus kehilangan pendapatan sebesar Rp 400 ribu per hari [baca: Nelayan Kamal Muara Resah].
Nasib serupa dialami Samsudin. Karena jaring ternaknya tergusur, dia kini hanya bisa membersihkannya agar tak rusak akibat ditumpuk. Di perkampungan ini ada 105 unit jaring seperti ini yang digusur. Padahal selain bagan ikan, jaring ternak adalah sumber penghidupan utama nelayan Kamal Muara.
Reklamasi juga menyebabkan sebagian besar permukiman di kawasan ini harus tergusur. Di kawasan barat pantai, sekitar 737.300 jiwa harus dipindahkan. Di kawasan tengah 452.000, dan kawasan timur 670.000 orang. Nantinya di kawasan barat dan tengah akan dibangun perumahan, sarana perdagangan, kantor pemerintahan, dan ruang terbuka hijau. Sedangkan di kawasan timur akan dipakai untuk areal industri, pergudangan, perumahan, dan bangunan umum.
Advertisement
Pemerintah Provinsi Jakarta menyatakan, semua sisi dampak reklamasi sudah diperhitungkan dalam analisis dampak lingkungan termasuk nasib para nelayan. Namun pernyataan ini bertolak belakang dengan hasil pengkajian Kantor Kementerian Lingkungan Hidup. Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, analisis dampak lingkungan kegiatan reklamasi di pantai ini tidak layak.
Rencana ini juga ditentang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Menurut Kepala Divisi Kampanye Walhi
Jakarta, Khalisah Khalid, selain kerugian ekologisnya lebih besar, reklamasi juga hanya akan memiskinkan para nelayan.(IAN/Agus Khalid)
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.