Sukses

Memermak Kecantikan Berujung Kematian

Pengetahuan yang minim dan keinginan untuk cantik yang besar membuat sejumlah orang rela disuntiki silikon. Kasus ini bisa berakhir di meja hijau jika ada pengaduan.

Liputan6.com, Surabaya: Banyak jalan menuju cantik. Hal itu didukung oleh industri kecantikan. Wajar saja jika salon kecantikan terus disesaki. Pelayanan yang ditawarkan beragam mulai dari mengukir kuku hingga menata rambut. Belakangan, bagian tubuh yang dinilai "tak normal" juga bisa dipermak. Hidung bisa mancung, payudara lebih kencang, bokong dan pipi berisi sampai membuat pinggul yang aduhai. Semua itu tak mustahil dengan suntik silikon.

Bisa jadi alasan itulah yang membawa Sugiyati ke sebuah salon di kawasan Dukuh Kupang, Surabaya, akhir Maret silam. Perempuan yang akrab disapa Christin ini menemui ahli kecantikan Samsul Antonius. Ibu satu anak itu ingin Anton menyuntik payudaranya biar terlihat kencang. Namun, tanpa disangka, warga Bondowoso, Jawa Timur, itu lemas beberapa saat setelah diinjeksi. Anton segera melarikan Christin ke Klinik Pusura. Setelah mendapat perawatan dan diberi obat, perempuan berusia 25 tahun itu kemudian diperbolehkan pulang. Tapi, ternyata pengobatan tersebut tak manjur. Keesokan harinya Christin dibawa ke rumah sakit dan menemui ajalnya di sana.

Polisi pun segera menangkap Anton. Pria tersebut kini mendekam di Tahanan Markas Kepolisian Resor Kota Surabaya Selatan. Anton ditahan dengan tuduhan menghilangkan nyawa seseorang karena lalai. Tentu saja, tudingan itu ditepis Sutomo, kuasa hukum Anton. Menurut Sutomo, kliennya tak bisa menolak permintaan pelanggannya. Anton juga mengaku menyuntikkan sejenis obat pembius, pehacain dan bukan silikon.

Prof DR Johansyah Marzoeki menyangsikan keterangan Anton. Pakar bedah plastik dari Universitas Airlangga ini berpendapat, kemungkinan seseorang meninggal akibat suntikan pehacain sangat kecil. Informasi yang diserap Johansyah mengatakan, korban mendapat suntikan jenis lain. Agar masalah ini jelas, Sutomo berkeras agar polisi menyelidiki penyebab kematian Christin.

Sayangnya, polisi kesulitan mengotopsi mendiang Christin. Sebab keluarganya keberatan jika kuburan Christin dibongkar. Namun, polisi terus berupaya agar kasus tersebut terungkap tuntas. Caranya dengan menggerebek salon Anton dan sejumlah klinik perawatan kecantikan yang menjajakan jasa suntik kecantikan. Hasilnya, polisi menyita kolagen, placenta, dan pehacain. Sejauh ini, polisi belum berhasil menemukan silikon cair yang dimanfaatkan untuk suntikan kecantikan.

Sebenarnya, Christin bukan satu-satunya korban reklame cara ekspres membuat payudara tak melorot. Tapi, kematiannya menghentakkan semua pihak agar berhati-hati. Maklum, sepuluh tahun terakhir suntik silikon menjadi bahan hangat yang mengitari benak para perempuan. Banyak kalangan yang tergiur menggunakan metode tersebut dengan ongkos yang lumayan murah antara Rp 50.000 sampai Rp 1 juta. Anehnya, para calon pasien tak pernah kapok meski cerita dan fakta penderitaan akibat suntik silikon juga berderet. Mulai dari hidung yang nyeri dan seperti "gajah" hingga payudara yang mengeras dan menyatu sampai penggelembungan di daerah yang tak seharusnya.

Tengok saja pengalaman Sumiyati. Karena ingin lebih cantik, dia disuntik silikon di Surabaya, Juni tahun silam. Ibu empat anak ini ingin tampak ayu sebelum ke Taiwan sebagai tenaga kerja wanita (TKW). Lima bulan kemudian --ketika berada di Taiwan-- wajah perempuan asal Banyuwangi, Jatim itu membengkak tak keruan. Setelah berkonsultasi ke dokter, Sumiyati disarankan menjalani operasi. Walau mukanya rusak dan mesti merogoh kocek lebih banyak untuk perbaikan, Sumiyati enggan mengadukan salon kecantikan tersebut.

Hal yang sama terjadi pada Rasyid. Dia mengaku tak mengetahui efek samping suntik silikon. Rasyid memakai silikon karena penasaran. Sedangkan Tety Suryani memancungkan hidungnya dengan silikon karena terpengaruh bujukan temannya. Perempuan muda ini baru merasakan nyeri setelah dua tahun hidungnya diisi silikon.

Dokter ahli bedah Sidik Setiamihardja mengingatkan bahwa silikon cair paling berbahaya ketimbang suntikan lain. Karena itu, tambah dia, ahli bedah plastik tak pernah menggunakan silikon cair. Sebenarnya, silikon (sejenis karet) adalah bahan pembuat televisi, komputer, pesawat udara, dan peralatan kedokteran. Kemudian silikon digunakan untuk operasi kosmetik bagi korban perang pada pasca-Perang Dunia II.

Menurut Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia DR Imam Susanto, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) melarang penggunaan silikon cair dalam dunia medis sejak 1970. Sebab, berakibat kematian dan kanker. Sebagai pengganti, digunakan silikon padat atau gel yang dimasukkan ke bagian tubuh melalui operasi. Dua jenis silikon tadi mempunyai tingkat bahaya yang cukup minim.

DR Audy Budiarty menerangkan, kolagen adalah bentuk produk protein yang menjadi serat jaringan ikat antarsel yang memberikan elastisitas kulit. Dokter spesialis bedah itu mengatakan, kadar kolagen seseorang semakin menyusut seiring perjalanan usia. Hal itu ditandai dengan pemunculan keriput. Untuk itu para ahli menciptakan kolagen buatan yang terbuat dari tubuh sapi atau babi. Tapi, penggunaan silikon yang marak membuka peluang untuk pemalsuan produk. Menurut cermatan Audy, bukan tidak mungkin yang disuntikkan ke pasien bukan kolagen tapi zat lain yang berbahaya, seperti silikon cair. Kendati kemasannya bertulisan kolagen.

Persoalannya, agaknya para pemilik salon memanfaatkan ketidaktahuan pasien untuk mendulang rezeki. Sebaliknya, tak semua pasien mau melaporkan akibat yang diperoleh setelah berupaya mempercantik diri tersebut. Padahal, Surya Tjandra dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta berpendapat, kunci utama memperkarakan kasus ini secara hukum adalah pengaduan.

Agaknya, masalah yang mencuat akibat silikon tak bakal selesai jika semua orang mengerti betul arti cantik. Identifikasi cantik yang dicekoki iklan dan industri kecantikan mesti dijungkirbalikkan. Cantik tak melulu berkulit putih, berhidung mancung, berleher jenjang, berpayudara montok, berpinggul bahenol, berbokong penuh, dan sederet kriteria bikinan lain. Sebab, segala sesuatu yang diberikan Tuhan baik adanya. Lagipula, buat apa menjadi "cantik" jika harus menanggung penderitaan bahkan kematian?(TNA/Tim Derap Hukum)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini