Sukses

Taksi Itu Dibawa Polisi

Sarino pengemudi taksi Expres dirampok dan dibunuh di jalan tol Cikupa, Tangerang, Banten. Anehnya, sepekan kemudian mobil yang dikendarai korban dipergoki dibawa seorang personel Polres Jakarta Barat berpangkat brigadir kepala bernama Syamsi.

Liputan6.com, Jakarta: Suasana Markas Kepolisian Resor Jakarta Barat, Senin 7 November silam, terasa berbeda. Di depan kantor polisi yang terletak di Jalan Raya Kembangan ini berjejer puluhan mobil taksi Express. Sementara di halaman markas puluhan pengemudi taksi berteriak riuh seraya mengelilingi sebuah kendaraan. Sesekali mereka mengacungkan poster bergambar foto seseorang.

Ya, hari itu memang sopir taksi Express sengaja menyambangi kantor Polres Jakbar. Mereka tengah berunjuk rasa menuntut polisi agar segera mengusut kematian Sarino, rekan mereka yang menjadi korban perampokan dan pembunuhan. Sarino ditemukan sudah terbujur kaku di jalan tol Cikupa, Tangerang, Banten. Dia tewas dengan luka di leher bekas jeratan. Di pelipis dan kaki kiri Sarino juga terdapat luka bekas bacokan. Sedangkan, taksinya lenyap dibawa kabur penjahat.

Kejadian itu sudah berlangsung lebih dari satu pekan. Namun, kasus ini seperti lenyap tak berbekas. Polisi hingga saat itu tak pernah bisa menangkap pelakunya. Tapi anehnya, sepekan kemudian, taksi Sarino dipergoki salah seorang sopir taksi lainnya tengah diparkir di Mapolres Jakbar. Taksi yang sudah dilucuti logonya itu ternyata dikemudikan oleh seorang personelnya berpangkat brigadir kepala bernama Syamsi. Selain logo dan bentuknya, nomor polisi mobil sedan Toyota Soluna itu sudah diubah dari B 2978 LU menjadi B 1979 FG.

Keanehan ini keruan saja memancing kepenasaranan teman-teman Sarino. Mereka pun beramai-ramai mendatangi kantor polisi untuk menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya. Salah seorang anak Sarino sengaja pula mereka bawa.

Kedatangan para pengunjuk rasa ini langsung diterima Kapolres Jakbar Komisaris Besar Polisi Safarudin. Mulanya, Kapolres mengaku belum mengetahui secara persis perkaranya. "Tempat kejadian perkaranya kan di Tanggerang. Saya disini karena ada anggota yang menemukan dan memakai mobil itu. Dan, saya baru menerima laporannya sekarang," kata Safarudin.

Penjelasan Kapolres yang menyatakan baru menerima laporan tentu saja tak memuaskan anak dan rekan-rekan korban. Mereka jadi emosi. "Ini seperti ada main. Kami mau kasus ini diusut secara tuntas. Allahu Akbar!" teriak mereka.

Situasi menjadi lebih memanas karena rekan-rekan korban menganggap polisi tak serius menangani kasus ini. Bahkan, sempat terjadi ketegangan antara Kapolres dengan anak Sarino. Lantaran terus didesak akhirnya Safarudin berjanji akan mengusut tuntas kasus ini. "Demi Alquran dan Rasul, saya akan usut jika ada anggota yang terlibat. Saya ini kan bekerja untuk masyarakat," kata Safarudin.

Mendengar pernyataan itu, mereka menyatakan puas dan langsung membubarkan diri sambil menunggu kelanjutan pengusutannya. Janji Safarudin ternyata ditepati. Selang satu hari setelah unjuk rasa, polisi membekuk empat pelakunya yakni, Jubaidi alias Beni, Cepi, Rofiq dan Dedi alias Haji. Dua di antaranya terpaksa ditembak karena berusaha melarikan diri.

Selain itu polisi juga mengamankan Endang dan Syamsi personel Polres Jakbar dan Budi personel Polres Lebak. Mereka dituduh menjadi penadah mobil hasil rampokan.

"Yang melakukannya cuma tiga orang. Setelah diubah oleh si Haji, kendaraan diserahkan kepada Endang anggota kami. Mobil itu kemudian dipinjamkan kepada Budi salah seorang personel Polres Lebak," kata Safarudin.

Dalam perkembangan selanjutnya, kasus ini kemudian ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya. Selain mengamankan para pelaku bersama penadahnya, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Salah satunya adalah badge di baju korban.

Jubaidi, otak perampokan ini kepada polisi menjelaskan awal mula peristiwanya. Saat itu, dia bersama kedua temannya menumpang taksi yang dikendarai Sarino. Ketiganya berpura-pura sebagai penumpang dan minta diantar ke Karawaci.

Persis di ruas jalan tol Cikupa, Sarino diminta menghentikan kendaraannya. Ketika itulah, Jubaidi yang duduk disamping Sarino mengancamnya dengan sebilah golok. Pelaku lainnya Cepi yang duduk di jok belakang, setelah diberi kode, langsung menjerat leher Sarino dengan kawat. Karena korban masih melawan, Jubaidi kemudian menyabetkan goloknya ke bagian pelipis dan kaki kirinya.

Setelah dipastikan Sarino tewas, mereka selanjutnya membuang mayatnya di pinggir jalan tol. Mobil kemudian diambil alih Jubaidi. Belakangan diketahui mobil taksi tersebut dijual Jubaidi kepada Dedi alias Haji. Pria berusia 21 tahun ini mengajak temannya merampok ini dengan alasan untuk mencari biaya Lebaran. Sebelumnya, mereka pernah melakukan aksi kejahatan serupa.

Jubaidi memercayakan mobil hasil kejahatannya pada Dedi karena dia mengaku mengenal seseorang yang bisa mengurusnya. Ternyata, orang tersebut adalah Endang personel Polres Jakbar berpangkat ajun inspektur dua. Lewat Endang inilah semua urusan mobil haram ini bejalan lancar.

"Saya menghubungi Pak Endang lewat telepon. Saya katakan ada mobil taksi yang sudah saya buka lampu dan lambangnya. Beberapa hari kemudian, Pak Endang menyuruh saya membawa mobil ke tempat pencucian mobil," kata Dedi.

Endang yang dituduh polisi menjadi penadah mobil taksi rampasan kelompok Jubaidi membenarkan keterangan Dedi. Awalnya dia akan menggunakan mobil taksi itu untuk kendaraan dinas. Namun, Endang mengaku tak tahu kalau sopirnya telah tewas dibunuh.

Endang kemudian meminjamkan taksi tersebut ke temannya personel Polres Lebak bernama Budi. Tapi, Budi kemudian meminjamkannya lagi pada Syamsi rekannya di Polres Jakbar hingga akhirnya kasus ini terungkap."Saya pinjamkan sama Budi karena takut memakainya," kata Endang.

Terlepas dari alasan yang dikemukakan, yang jelas seperti ditegaskan Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Mohamad Jaelani, hukuman berat kini telah menanti mereka. Tak terkecuali anggota polisi yang ikut terlibat.

Dijelaskan Jaelani, polisi akan memperkarakan para pelaku secara terpisah. Untuk Jubaidi, Cepi dan Rofiq akan dikenakan dengan pasal 365 ayat 3 dan 4 yakni, perbuatan yang telah mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal. Ancaman hukumannya seumur hidup minimal 20 tahun.

Dedi dan Endang yang menjadi penadah mobil curian akan dikenakan pasal 480 yaitu, menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. "Sedangkan Budi dan Syamsi belum kami tentukan karena hasil pemeriksaannya masih kita dalami. Keduanya tidak tahu asal-usul mobilnya," kata Jaelani.

Peristiwa perampokan dan pembunuhan Sarino terjadi pada 28 Oktober silam. Jasad Sarino pertama kali ditemukan oleh Nurjen, Satuan Pengamanan pabrik yang hendak kembali ke tempat kerjanya. "Kejadiannya sekitar pukul 21.20 WIB. Pas saya turun dari bus, di dekat patok jalan terlihat ada tubuh tergeletak di pinggir jalan," kata Nurjen.

Sarino yang pada saat itu belum diketahui identitasnya dikuburkan oleh petugas sebagai mayat tak dikenal. Namun, belakangan identitas korban terungkap dari barang bukti berupa badge baju korban. Kuburan Sarino pun dibongkar setelah pihak keluarga mengenali mayat Sarino dari foto otopsi yang ditunjukkan polisi.

Kematian Sarino bagi keluarganya yang tinggal di daerah Petukangan, Jakarta Selatan, sampai saat ini masih menyisakan duka yang mendalam. Apalagi sebelum dipastikan tewas, pihak keluarga sempat kebingungan mencari Sarino yang tak kunjung pulang ke rumah.

Tukinah istri almarhum masih ingat betul saat dirinya mencari-cari suaminya yang tak kunjung pulang tanpa memberi kabar. "Biasanya dia sudah pulang pada malam hari. Tapi, sampai siang tak juga datang. Rekan-rekannya mengira ada di rumah. Akhirnya, saya telepon saudara untuk mencarinya bersama-sama," terang Tukinah.

Seminggu kemudian kabar duka menghampiri keluarga Sarino. Pria dua anak ini dilaporkan telah meninggal dunia akibat perampokan. "Saya dengar kabar ini dari pool taksi. Terus saya diminta mengenali pakaian dan foto otopsi. Ternyata benar itu suami saya," kata Tukinah.

Kematian Sarino yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga adalah suatu kenyataan pahit yang harus mereka terima. Sebagai suami dan orang tua, Sarino dikenal sebagai orang yang bijaksana dan penuh perhatian.

Kedua anak almarhum tercatat masih kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Menurut Tukinah, suaminya menginginkan sekali anak-anaknya bisa meneruskan sekolahnya. Nugroho salah seorang anak Sarino membenarkan hal itu. "Bapak pernah bilang, tidak apa-apa ayahnya jadi sopir yang penting anaknya berhasil," tutur Nugroho.

Tak hanya keluarga Sarino, teman-teman korban sesama pengemudi taksi juga mengaku merasa kehilangan. Menurut Suharno, semasa hidupnya Sarino dikenal sebagai sosok yang ramah dan santun di tempat kerjanya. "Orangnya baik, nggak pernah buat masalah," kata Suharno.(IAN/Erlangga Wisnuaji dan Dwi Nindyas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.