Sukses

Peniup Terompet dari Hutan Sibatu Loting

Tak terasa sudah 20 tahun Pak Manik berupaya melindungi populasi kera dari kepunahan. Monyet-monyet di Hutan Lindung Sibatu Loting, Simalungun, itu sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Harus disayangi dan dilindungi.

Liputan6.com, Simalungun: Hutan Sibatu Loting terletak 10 kilometer dari Danau Toba. Sebuah danau vulkanik kebanggaan masyarakat Sumatra Utara yang terbentuk 75 ribu tahun lampau. Di hutan itulah, ratusan jenis pohon tumbuh liar. Hutan lindung yang masuk wilayah Sibaganding, Kabupaten Simalungun, itu juga menjadi tempat primata dan berbagai spesies hewan berkembang biak.

Walau demikian, bukan berarti hutan lindung seluas 14.172 hektare itu aman dari gangguan. Kini, hutan itu terancam kelestariannya. Begitu pula kehidupan kera-kera liar di sana. Di tengah ancaman itulah, seorang petani lokal mencontohkan kesederhanaan untuk tetap berupaya melestarikan hutan.

Pak Manik, demikian ia kerap disapa. Pria separuh baya ini tak hanya mendiami Hutan Sibatu Loting. Boleh dibilang, ia turut menjaga kehidupan monyet-monyet liar yang hidup di hutan lindung tersebut. Ia tinggal bersama istri dan seorang anaknya.

Hampir setiap pekan, Pak Manik berbelanja ke pasar membeli pisang. Buah ini memang digemari "sahabat kecilnya" yang berada di hutan. Penghasilan Pak Manik sebagai petani sebenarnya tidak mencukupi bagi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Akan tetapi, tekad untuk menjaga para kera membuat dirinya mencari cara untuk mendapatkan pisang.

Dia lantas memutar otak. Pak Manik pun akhirnya menyambi sebagai pemandu wisata. Lelaki itu menemani wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba maupun Hutan Sibatu Loting. Nah, upah dari hasil jerih payah itulah yang digunakan Pak Manik untuk membeli kebutuhan teman-temannya di hutan.

Pisang-pisang yang dibelanjakan Pak Manik biasanya dibeli kembali oleh para turis asing. Para pelancong mancanegara itulah yang kemudian melemparkan pisang-pisang segar untuk para kera. Ratusan monyet pun menghampiri tamu-tamu yang secara sukarela memberikan makanan bagi kera-kera sahabat Pak Manik. Primata itu pun asyik menikmati hidangan nikmat tersebut.

Bergaul dengan kera tak hanya dilakoni oleh Pak Manik sendirian. Sejak lama, ia membiasakan keluarganya untuk akrab dengan kehidupan monyet-monyet liar. Bahkan, anak semata wayangnya yang baru berusia setahun pun diperkenalkan sejak dini untuk mencintai kera-kera tersebut.

Dan, kehadiran kera-kera di rumah sederhana milik Pak Manik menjadi hiburan tersendiri bagi keluarga kecil itu. Tak jarang, pemimpin kelompok kera yang agresif dan galak pun tunduk kepada Pak Manik sekeluarga. Salah satu pemimpin kera, Bruno namanya, tak takut untuk bergaul dengan Pak Manik. Sahabatnya yang telah hidup bersama di hutan hampir 20 tahun lamanya.

Memang, polah dan tingkah laku hewan bagi manusia selalu menghibur hati. Salah satu hewan yang mudah bergaul dengan manusia adalah kera atau kerap disebut monyet. Adapun primata yang berukuran kecil dengan bobot tubuh tidak lebih dari 10 kilogram banyak dijumpai di hutan-hutan di Sumut.

Hutan Sibatu Loting, misalnya. Bahkan, hutan lindung itu telah menjadi habitat alami bagi kera-kera liar lebih dari lima abad. Di dalam hutan, umumnya, kera hidup secara berkelompok. Biasanya, setiap kelompok mempunyai seekor pemimpin yang disegani monyet lainnya. Pemimpin kelompok kera biasanya berasal dari jenis beruk. Jenis monyet ini memiliki ciri khas berupa ekor yang pendek, mirip seperti buntut babi.

Beruk jelas ditakuti oleh monyet lainnya. Terlebih, kehidupan di alam bebas membuat berlakunya hukum rimba. Dengan kata lain, mereka yang tergolong lemah harus menyingkir dan takut kepada sang pemimpin kelompok. Maklumlah, pemimpin kera biasanya lebih agresif dibanding kera lainnya. Tujuannya, ya itu tadi, agar sang pemimpin dihormati dan ditakuti para pengikutnya.

Seperti halnya manusia, kehidupan kera pun mempunyai siklus. Kera yang masih bayi biasanya akan mendapatkan perlindungan dari induknya. Kera betina tidak akan melepaskan anaknya dari pelukan. Terutama bila si anak belum mampu untuk dilepas sendirian ke alam bebas.

Layaknya seorang orok yang masih bergantung terhadap orang tuanya, bayi kera pun mendapatkan asupan susu hingga berusia tiga bulan. Setelah masa menyusui usai, bayi kera dianggap sudah siap hidup mandiri di belantara hutan.

Kera selalu memiliki kebiasaan memakan buah-buahan. Jika tidak mendapat buah-buahan, mereka lebih sering mengambil dedaunan muda atau serangga yang berada di bagian bulu tubuhnya. Tetapi kehidupan primata di Hutan Lindung Sibatu Loting, semakin hari kian terdesak. Betapa tidak. Habitat kera terus dibabat, sehingga binatang-binatang itu kehilangan makanan alami seperti tumbuh-tumbuhan.

Parahnya lagi, perdagangan primata secara ilegal marak di wilayah Sumatra. Ini jelas mempengaruhi keberadaan hewan-hewan tersebut. Kera-kera itu pun terdesak di habitatnya. Mencari makanan di tengah hutan semakin sulit. Alhasil banyak monyet yang mencari makan hingga ke jalan-jalan. Jalan yang biasa dilalui kendaraan bermotor.

Layaknya seorang pengemis, kera-kera tak berdosa itu menanti kebaikan hati para pengguna jalan. Monyet-monyet itu berharap diberi kacang atau pisang. Demi mendapat makanan, kera-kera itu harus rela berjalan sekitar dua kilometer. Keluar dari wilayah Hutan Sibatu Loting. Binatang-binatang itu biasanya pergi dengan cara berkelompok. Tentunya dengan pengawasan sang pemimpin kera.

Tak mengherankan bila dalam radius satu kilometer, bahu jalan yang menuju Prapat-Simalungun dipenuhi kelompok-kelompok kera yang mengais makanan. Meski terkadang membahayakan tubuhnya, perilaku para kera itu tak dapat disalahkan. Sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan, kera hanya memiliki insting untuk mendapat makanan.

Yang menyedihkan, para pengguna jalan justru menganggap perilaku monyet-monyet itu sekadar hiburan. Mereka mungkin tak sadar bahwa suatu saat kera-kera itu dapat punah karena keserakahan manusia terhadap alam. Ironis.

Penderitaan kera-kera itulah yang lambat laun mengetuk pintu hati Pak Manik. Sebenarnya, kedekatan Pak Manik dengan kera-kera liar tidak terjadi begitu saja. Awalnya Pak Manik justru kesal dengan kehadiran kera liar yang sering merusak ladang miliknya.

Namun pada suatu malam, ia bermimpi. Dalam mimpinya, Pak Manik justru disuruh para leluhurnya untuk menjaga kera-kera di Hutan Lindung Sibatu Loting. Sejak itulah, pria berpenampilan sederhana ini senang bergaul dengan para monyet hutan.

Tak terasa sudah 20 tahun Pak Manik berupaya melindungi populasi kera dari kepunahan. Bagi Pak Manik, monyet-monyet itu sudah seperti keluarganya sendiri. Harus disayangi dan dilindungi.

Sebagai warga etnis Batak yang taat dengan tradisi, Pak Manik pun kerap menjalani ritual menghormati leluhur di dalam hutan. Tujuannya agar leluhur senantiasa melimpahkan keberkahan kepada keluarganya.

Petani itu sebenarnya menyadari tak mempunyai keahlian khusus menangani kera-kera liar. Namun ketidakberdayaan itu agaknya didengar leluhurnya. Suatu hari di dalam mimpinya, ia diminta oleh leluhurnya membuat terompet. Sebuah Terompet yang terbuat dari tanduk kerbau.

Permintaan roh nenek moyangnya segera dituruti. Pak Manik membuat terompet yang dimaksud. Awalnya, tak pernah terbayang oleh Pak Manik bahwa tiupan terompet itu dapat memanggil ratusan kera menuju ke arahnya. Dugaan itu ternyata meleset. Seakan tunduk kepada pemimpinnya, kera-kera liar itu selalu datang setiap kali terompet kerbau ditiupkan Pak Manik.

Sejak itulah, Pak Manik tak pernah lepas dari terompet kerbaunya. Pria itu berkeyakinan, sang leluhur-lah yang membuat kera-kera liar itu tunduk kepada dirinya. Alhasil acara memberi makan pun menjadi lebih mudah.

Seperti hari itu, Pak Manik meniup terompet miliknya. Suara terompet itu kemudian menggema di seluruh hutan. Tak lama, dari balik pepohonan muncul kera-kera liar seolah menjawab panggilan sang pawang. Ratusan ekor kera pun segera menuruni daerah perbukitan, siap menerima makanan dari Pak Manik. Berbagai makanan kesukaan monyet-monyet pun digelar. Begitulah keseharian, Pak Manik melindungi para sahabatnya itu dari kepunahan.

Kendati begitu, Pak Manik tak kuasa melawan keserakahan manusia lainnya. Buktinya, populasi primata di Hutan Sibatu Loting terus berkurang. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir, primata jenis siamang, lutung, dan simpai hampir tak pernah terlihat lagi. Hanya kelompok monyet dan beruk-lah yang mampu bertahan hidup.

Andai saja Hutan Lindung Sibatu Loting memiliki Pak Manik-Pak Manik yang lainnya. Tentunya kisah terompet kerbau dan para kera liar akan tetap abadi. Dan, bukan menjadi legenda yang kemudian terhapus ditelan zaman.(ANS/Hardjuno Pramundito dan Bambang Triyono)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini