Sukses

Dauzan Farook Berjuang Lewat Buku

Bagi veteran perang Dauzan Farook, warga Jalan Kauman, Yogyakarta, perjuangan tak pernah berakhir. Kini ia berjuang melawan kebodohan dengan mengembangkan perpustakaan Mabulir.

Liputan6.com, Yogyakarta: Menjadi veteran bagi Dauzan Farook, 80 tahun, bukanlah sebuah akhir untuk berbakti kepada bangsa dan negara. Bedanya, Dauzan berjuang tidak dengan memanggul senjata atau bambu runcing tetapi lewat buku.

Dauzan, setiap hari berkeliling Kota Yogyakarta hanya untuk meminjamkan buku dan majalah secara gratis pada masyarakat, terutama anak-anak. Kelompok anak-anak dan rumah-rumah warga juga disambangi. Tujuannya sangat mulia, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Suatu pagi, SCTV menguntit aktivitas keseharian Dauzan. Mbah Dauzan, demikian ia biasa disapa, bersama seorang asistennya menyusuri kampung di wilayah Rotowijayan. Di sana Dauzan sudah dinanti puluhan bocah dari sebuah taman kanak-kanak. Ia disambut nyanyian. Dauzan juga menyempatkan bernyanyi dengan mereka sambil membagi-bagikan buku.

Setelah lelah berkeliling, kembali ke rumahnya di Jalan Kauman. Sejak 1993, tepatnya setelah sang istri wafat, sebagian rumah diubah fungsinya menjadi perpustakaan yang diberi nama Mabulir atau singkatan dari majalah dan buku bergilir.

Dauzan adalah pecinta buku. Ia mengaku sejak kecil sudah senang membaca. Sang ayah yang juga pengusaha saat itu mempunyai banyak koleksi buku. "Orang tua saya pengusaha dan aktif di Muhammadiyah yang banyak membidangi perpustakaan," tutur Dauzan.

Lebih dari 5.000 koleksi perpustakaan Mabulir hampir seluruhnya dibeli dengan biaya sendiri. Ia menggunakan uang pensiun veteran sebesar 500 ribu rupiah per bulan untuk menambah koleksinya. Dauzan, merasa uang pensiun itu bukan haknya pribadi sehingga harus dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Beragam jenis buku menjadi koleksi perpustakaan Mabulir dari mulai buku untuk anak-anak hingga biografi tokoh yang menjadi panutan Dauzan. Dalam setiap buku koleksinya, veteran yang terlibat dalam Serangan 1 Maret 1949 ini sengaja menyelipkan pesan-pesannya.

Tidak ada aktivitas lain dalam mengisi masa tuanya. Dauzan tetap fokus mengembangkan dan mengurus perpustakaannya serta membaca dengan bantuan kaca pembesar. Belakangan, mantan anggota pasukan Subwehrkreise (SWK) 101, ini merasa gundah dengan nasib perpustakaannya bila suatu saat dirinya dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa. Apalagi dari kedelapan anaknya tak ada yang bersedia melanjutkan misinya.(YYT/Wiwik Susilo)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.