Sukses

Kampus Ahmadiyah Dikepung Massa

Massa mendesak Pemerintah Kabupaten Bogor menutup Kampus Mubarok dan membubarkan Jamaah Ahmadiyah karena dipandang sesat. Ribuan pengikut Ahmadiyah diungsikan ke tempat yang dirahasiakan.

Liputan6.com, Bogor: Ribuan orang yang tergabung dalam Masyarakat dan Umat Islam Parung Bogor dan Jakarta mengepung Kampus Mubarok di Jalan Parung, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/7) siang. Massa mendesak Pemerintah Kabupaten Bogor dan aparat keamanan setempat segera membubarkan Jamaah Ahmadiyah yang dinilai sesat [baca: Kampus Mubarok di Bogor Disegel].

Aksi ini dimulai usai salat Jumat. Massa yang telah berkumpul kemudian berjalan kaki sekitar satu kilometer menuju Kampus Mubarok. Sebagian mereka tampak mempersenjatai diri dengan tongkat bambu. Ini dimaksudkan untuk mengantisipasi jika terjadi bentrokan dengan anggota aliran Ahmadiyah.

Setiba di lokasi, ratusan polisi telah berjaga. Petugas menghadang laju massa. Kepada polisi, perwakilan massa mendesak agar kelompok Ahmadiyah dibubarkan. Mereka menilai kelompok itu sesat. Massa yang geram sempat merobohkan papan nama Kampus Mubarok. Namun mereka tidak mau meninggalkan lokasi itu.

Polisi, Jamaah Ahmadiyah, dan warga kemudian mengadakan negosiasi. Setelah perundingan berjalan alot, sekitar pukul 16.00 WIB, anggota Jamaah Ahmadiyah secara berangsur meninggalkan Kampus Mubarok. Keputusan ini diambil untuk mencegah terjadi bentrokan antara Jamaah Ahmadiyah dan ribuan warga yang mengepung tempat ini.

Puluhan bus disiapkan untuk mengangkut anggota Jamaah Ahmadiyah ke suatu tempat yang dianggap aman. Namun proses evakuasi tidak berjalan lancar. Sejumlah warga sempat melempari para Jamaah Ahmadiyah dengan batu dan kayu. Aksi anarkis warga tak berlangsung lama karena polisi dapat menenangkan warga yang sedang marah.

Akhirnya, semua Jamaah Ahmadiyah dievakuasi. Namun polisi merahasiakan tempat pengungsian para anggota jamaah itu. Ini dimaksudkan untuk kepentingan keamanan. Hingga kini, polisi terus berjaga-jaga di sekitar Kampus Mubarok Jamaah Ahmadiyah untuk menghindari segala kemungkinan yang terjadi.

Ahmadiyah pertama kali dicetuskan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India, November 1900. Bagi kaum Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad adalah reinkarnasi Isa Al-Masih atau Al-Mahdi yang dijanjikan kemunculannya di akhir zaman. Keyakinan ini mereka jadikan sebagai prinsip akidah sekaligus ciri khas teologi aliran itu. Bahkan, untuk menopang kebenaran keyakinan itu, mereka tak ragu menggunakan ayat Alquran yang berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat--mereka juga menafsirkan sesuai dengan paham mereka. Begitu pula dengan hadis-hadis Nabi.

Tentu saja ajaran ini menimbulkan protes dari seluruh umat Islam yang meyakini tak ada lagi nabi sesudah Muhammad. Pada tahun 1974, pertemuan Liga Muslim Dunia di Mekah, Arab Saudi yang dihadiri delegasi 140 negara mengeluarkan deklarasi yang menilai Ahmadiyah sebagai sesat. Pemerintah Arab Saudi menyatakan aliran ini kafir dan tak boleh ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Demikian pula pemerintah Brunei Darussalam dan Malaysia yang sejak 1975 melarang ajaran Ahmadiyah di wilayah masing-masing.

Sekadar diketahui, Mirza Ghulam Ahmad wafat pada tahun 1908. Saat ini, Ahmadiyah mengklaim memiliki pengikut lebih dari 150 juta orang. Mereka juga mengklaim memiliki cabang di 174 negara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Pakistan. Dengan kata lain, Jamaah Ahmadiyah Tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Adapun struktur organisasi Ahmadiyah dipusatkan di Kota Rabwah, di Pakistan bagian tengah.

Setelah Mirza Ghulam Ahmad wafat, gerakan ini dipimpin oleh para khalifah. Sekarang Jamaah Ahmadiyah dipimpin Hz. Mirza Masroor Ahmad. Dia terpilih sebagai Khalifatul Masih V pada tahun 2003, menggantikan mendiang Mirza Tahir Ahmad--salah satu cucu pendiri aliran tersebut.

Aliran ini masuk dan berkembang di Tanah Air sejak 1920-an dengan menamakan diri sebagai Anjuman Ahmadiyah Qodiyan Departemen Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional kedua pada Juni 1980 di Jakarta mengeluarkan fatwa, Jamaah Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Fatwa itu dikeluarkan setelah MUI mengkaji berbagai ajaran yang ditemukan dalam sembilan buku pedoman tentang Ahmadiyah.

Meski telah memfatwakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat, Ketua MUI Amidhan mengaku, menolak segala bentuk kekerasan terhadap anggota jamaah ini. "Kita sama sekali tidak setuju adanya tindak kekerasan," kata Amidhan. Lantaran itu, MUI meminta polisi mengantisipasi agar peristiwa penyerangan fisik tidak terulang [baca: Dua Kelompok Massa Islam Bentrok].(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini